Taufiq Ismail bergelar Datuk Panji Alam Khalifatullah, (lahir di
Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935; umur 78 tahun), ialah seorang
penyair dan sastrawan Indonesia.
Latar Belakang
Nama Ayah : A. Gaffar Ismail
(1911-1998) asal Banuhampu, Agam
Ayahnya adalah seorang ulama dan
pendiri PERMI
Nama Ibu : Sitti Nur Muhammad Nur (1914-1982) asal Pandai
Sikek, Tanah Datar, Sumatera
Barat.
Ia menghabiskan masa SD di Solo, Semarang, dan
Yogyakarta, SMP di Bukittinggi, dan SMA di Pekalongan. Taufiq tumbuh dalam
keluarga guru dan wartawan yang suka membaca. Ia telah bercita-cita menjadi
sastrawan sejak masih SMA. Dengan pilihan sendiri, ia menjadi dokter hewan dan
ahli peternakan karena ingin memiliki bisnis peternakan guna menafkahi
cita-cita kesusastraannya. Ia tamat FKHP-UI Bogor pada 1963 tapi gagal punya
usaha ternak yang dulu direncanakannya di sebuah pulau di Selat Malaka.
Kegiatan
Semasa
kuliah aktif sebagai Aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII), Ketua Senat
Mahasiswa FKHP-UI (1960-1961) dan WaKa Dewan Mahasiswa UI (1961-1962).
Di
Bogor pernah jadi guru di SKP Pamekar dan SMA Regina Pacis, juga mengajar di
IPB. Karena menandatangani Manifesto Kebudayaan, gagal melanjutkan studi
manajemen peternakan di Florida (1964) dan dipecat sebagai dosen di Institut
Pertanian Bogor. Ia menulis di berbagai media, jadi wartawan, salah seorang
pendiri Horison (1966), ikut mendirikan DKJ dan jadi pimpinannya, Pj.
Direktur TIM, Rektor LPKJ dan Manajer Hubungan Luar Unilever. Penerima beasiswa
AFS International Scholarship, sejak 1958 aktif di AFS Indonesia, menjabat
sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya, penyelenggara pertukaran
pelajar antarbangsa yang selama 41 tahun (sejak 1957) telah mengirim 1700 siswa
ke 15 negara dan menerima 1600 siswa asing di sini. Taufiq terpilih menjadi
anggota Board of Trustees AFSIS di New York, 1974-1976.
Pengkategoriannya
sebagai penyair Angkatan '66 oleh Hans Bague Jassin merisaukannya, misalnya dia
puas diri lantas proses penulisannya macet. Ia menulis buku kumpulan puisi,
seperti Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani,
Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Kenalkan,
Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya:Kilas Balik
Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika Warna, Seulawah-Antologi
Sastra Aceh, dan lain-lain.
Banyak
puisinya dinyanyikan Himpunan Musik Bimbo, pimpinan Samsudin Hardjakusumah,
atau sebaliknya ia menulis lirik buat mereka dalam kerja sama. Iapun menulis
lirik buat Chrisye, Yan Antono (dinyanyikan Ahmad Albar) dan Ucok Harahap.
Menurutnya kerja sama semacam ini penting agar jangkauan publik puisi lebih
luas.
Taufiq
sering membaca puisi di depan umum. Di luar negeri, ia telah baca puisi di
berbagai festival dan acara sastra di 24 kota
Asia,
Australia, Amerika, Eropa,
dan Afrika sejak 1970.
Baginya, puisi baru ‘memperoleh tubuh yang lengkap’ jika setelah ditulis,
dibaca di depan orang. Pada April 1993 ia membaca puisi tentang
Syekh Yusuf dan Tuan Guru, para pejuang yang dibuang VOC
ke Afrika Selatan tiga abad
sebelumnya, di 3 tempat di Cape Town (1993),
saat apartheid baru dibongkar. Pada Agustus 1994
membaca puisi tentang Laksamana Cheng Ho di masjid kampung
kelahiran penjelajah samudra legendaris itu di Yunan,
RRC, yang
dibacakan juga terjemahan Mandarinnya oleh Chan Maw Yoh.
Bosan
dengan kecenderungan puisi Indonesia yang terlalu serius, di awal 1970-an menggarap humor dalam puisinya. Sentuhan
humor terasa terutama dalam puisi berkabar atau narasinya. Mungkin dalam hal
ini tiada teman baginya di Indonesia. Antologi puisinya berjudul Rendez-Vous
diterbitkan di Rusia dalam terjemahan Victor Pogadaev dan dengan ilustrasi oleh Aris
Aziz dari Malaysia (Rendez-Vous. Puisi Pilihan Taufiq Ismail. Moskow:
Humanitary, 2004.)
Penghargaan
Mendapat
Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural Visit Award dari
Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari
Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa
(1994). Dua kali ia menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1971-1972 dan 1991-1992),
lalu pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur (1993).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar